Meningkatkan Kesucian Hidup

Setiap orang pasti berusaha bagaimana hidupnya meningkat atau mengalami pertumbuhan. Dan masing-masing orang memiliki konsep, filosofi, pandangan yang berbeda mengenai apa yang harus ditingkatkan di dalam hidupnya. Kalau ada orang yang tidak memiliki gairah meningkatkan sesuatu dalam hidupnya, orang itu pasti menjadi manusia yang tidak bersemangat atau bisa sakit mental. Setiap orang pasti memiliki ‘sesuatu’ yang hendak ditingkatkan dalam hidupnya. 

Kalau seorang Ibu ingin anaknya lebih kuat, lebih bertumbuh, ia tidak memikirkan peningkatan yang lain kecuali anaknya bertumbuh normal. Kalau anaknya terlahir cacat, ia berusaha untuk mencari kesembuhan atau pemulihan atas keadaan anaknya. Kalau anaknya sakit, ia berusaha mencari obat, merawat, supaya ada kesembuhan. Banyak Ibu yang ketika anaknya sakit, fokusnya hanya ke anak, bagaimana anak menjadi lebih sehat. Ada yang tadinya bekerja, sampai berhenti bekerja karena ingin fokus merawat anak. 

Kalau ada istri yang suaminya sakit, ia bisa berhenti bekerja untuk bisa merawat suami, atau sebaliknya. Ada orang yang hendak meningkatkan ekonominya. Bagaimana penghasilannya bertambah, bagaimana lebih banyak rezeki atau uangnya. Biasanya kalau finansialnya banyak, dia mulai berpikir bagaimana rumahnya diperluas. Kalau tidak bisa diperluas, mencari tanah yang lebih luas. Tadinya tidak ada kolam renang, berpikir bagaimana membangun kolam renang. 

Kalau siswa atau mahasiswa, belajar untuk meningkatkan grade. Bagi anak atau mahasiswa tertentu, mereka bergiat meningkatkan ranking; misalnya urutan 9 dari 10 besar, maka dia berusaha untuk menjadi urutan ke-4 di 5 besar. Bahkan, kalau bisa menjadi juara. Mereka yang ada di partai di pemerintahan, berusaha untuk meningkatkan kariernya, jabatannya, pangkatnya. Kalau akademisi, yang ditingkatkan adalah gelarnya. Orang berusaha meningkatkan sesuatu yang dipandangnya berharga dan bernilai. Pada umumnya, orang berusaha untuk itu.

Ibu-ibu yang tidak memiliki pekerjaan di luar rumah, hanya menjadi ibu rumah tangga, pasti punya harapan; anaknya bisa lulus sekolah, suami penghasilannya lebih banyak. Bisa juga dia mencari kesibukan-kesibukan untuk meningkatkan kebahagiaannya. Manusia terus hidup dalam putaran untuk meningkatkan apa yang dipandangnya sebagai bernilai atau baik. Bangun tidur, lalu bekerja. Pulang malam, lalu tidur. Besok paginya seperti itu kembali. 

Paling tidak, kalau tidak ada peningkatan yang diharapkan, mereka bisa bertahan di situasi yang ada. Di sini kita melihat betapa tragisnya hidup manusia. Ada orang-orang yang memang sudah seperti terbelenggu dalam satu keadaan, sehingga mereka tidak bisa meningkat. Mungkin kondisinya sudah terpaku demikian. Mereka tidak bisa meningkat, dan terhenti pada tingkat survive saja. Tetapi kalau sudah bisa survive, biasanya orang mau meningkat. 

Kalau orang yang hidup hanya untuk survive, untuk bertahan, biasanya ini adalah orang-orang yang ada di dalam kelompok kaum marginal; kaum ekonominya lemah. Penghasilannya tidak bertambah; itu-itu saja. Sering kali gali lubang, tutup lubang. Itu adalah cara untuk survive. Paling tidak, keinginannya untuk meningkat adalah tidak gali lubang tutup lubang lagi. Tragisnya manusia, dalam pergumulan untuk memenuhi kebutuhan hidup, harus gali lubang tutup lubang, dan yang penting bisa bertahan, hanya menunggu kematian. 

Hidup di bumi sudah tidak ada senangnya, lalu mati, dan setelah mati, ada di dalam bayang-bayang maut. Ini menyedihkan sekali. Mereka yang sukses dalam studi, karier, bisnis, rumah tangga, atau apa pun yang dicapai dan dimiliki, suatu kali juga harus lenyap. Lenyap dalam sekejap. Mari renungkan itu! Mestinya keinginan atau kerinduan kita meningkatkan sesuatu itu adalah kerinduan atau keinginan untuk semakin berkenan di hadapan Allah. Ini yang harusnya menjadi fokus satu-satunya. Untuk berkenan di hadapan Allah, maka kita harus meningkatkan kesucian hidup.

Bagi anak-anak muda yang sekolah, sekolah yang rajin. Bagi mahasiswa, studi yang giat. Bagi yang berkarier, berkarier dengan sungguh-sungguh, serius, dan kerja keras dalam berbagai bidangnya. Terus maksimalkan potensi. Sebab dengan memaksimalkan potensi dan mempersembahkan bagi Tuhan dalam bentuk mendatangkan damai sejahtera, mendatangkan kesejahteraan bagi orang lain, itulah sesungguhnya pelayanan. Jadi kalau kita meningkatkan berbagai bidang di dalam hidup kita, pilarnya adalah karena kita mau semakin berkenan kepada Tuhan. Ini baru kehidupan anak Allah yang wajar. 

Kalau kita tidak mengikuti prinsip hidup ini, kita akan sangat menyesal. Suatu hari kita akan berpikir lebih baik menjadi hewan yang tidak perlu mempertanggungjawabkan hidupnya, sebab manusia harus bertanggung jawab atas hidupnya. Kematian bukanlah akhir kesadaran. Setelah mati, seseorang masih memiliki kesadaran kekal. Jadi mestinya pilarnya adalah “bagaimana aku hidup berkenan di hadapan Tuhan.” 
Kalau ada yang kita pandang lebih dari hal ini, kita pasti berkhianat kepada Tuhan. 

Untuk berkenan di hadapan Allah, maka kita harus meningkatkan kesucian hidup.